Andita berjalan pelan, langkah-langkah kecilnya terasa sedikit terseok. Jalan kecil yang berbatu membuat kaki mungil itu kadang menjinjit menahan tusukan batu lancip di tanah. Andita kemudian menepi di bawah pohon rindang tempat ia biasa melepas lelah. Disandarkan tubuh kecil itu di pohon. Perlahan tangannya yang mungil menyapu keringat yang menetes didahinya. Di tariknya napas dalam-dalam. Matanya menerawang jauh. sorotnya terlihat menyimpan sebuah kegelisahan.
Masih terngiang di telinga. Saat anak-anak kelas 3 di kelasnya bersemangat menyambut esok kamis. Andita tidak tahu harus memberi apa untuk ibu ferina, guru kelasnya yang akan berpindah kota. Ya, besok hari kamis adalah hari perpisahan kelas 3 dengan guru wali kelas yang sudah hampir satu tahun mengajar andita dan temen-temennya.
Ibu ferina lah yang memberikan tas cantik warna biru yang di pake andita. Emak tak kuasa menahan tangis kala andita berlari pulang tanpa henti dari sekolah yang berjarak tiga kilometer dari rumah saat akan mengabarkan kegembiraan. Andita meraih rangking satu. Dan atas prestasi tersebut, andita mendapat hadiah dari ibu guru ferina sebuah tas cantik berwarna biru, warna yang paling di sukai andita.
Emak memeluk erat putri kecilnya. Menciumi andita. Airmata emak tak terhenti saat andita mencoba menyandang tas biru cantik itu di depan emak. Emak sekejap langsung mendekap erat andita dan tas birunya. Sudah lama andita minta dibelikan tas untuk sekolah. Tas yang dibelikan almarhum bapak waktu pertama kali andita sekolah terlihat sudah lusuh, dan beberapa bagiannya sudah robek. Tapi andita tak pernah protes. Gadis kecil itu sadar, emak tak mampu untuk membelikan tas baru untuknya. Dan alangkah bahagianya andita dan emak mendapat hadiah istimewa itu. Bagi mereka ini adalah sebuah anugerah. Walaupun hanya berupa sebuah tas. Emak kemudian bersujud di tanah. Menunjukan rasa syukur yang mendalam atas kebahagian putri kecilnya.
oooOOooo
Ada rasa sesak di dada andita saat ibu ferina mengabarkan bahwa ibu guru yang cantik dan baik hati itu harus bertugas di kota lain. Andita tercenung. Emak pun terlihat sedih. Emak tak bisa membayangkan putri kecilnya tak lagi bisa bercerita tentang ibu guru idola putrinya tersebut. Hampir satu tahun ini, rumah berdinding bambu itu selalu di penuhi cerita-cerita indah ibu guru ferina. Ibu guru yang selalu membuat andita bersemangat ke sekolah. Sosok ibu guru yang memotivasi andita untuk selalu belajar dan belajar. Andita kelak ingin seperti ibu guru ferina. Mengajarkan ilmu kepada anak-anak, mengajak anak-anak untuk berbuat kebaikan. Dan tentunya ingin membahagian emak tercinta. Emak yang telah bersusah payah setiap hari. Berjalan keliling menawarkan sayuran hasil kebun kecil, kebun peninggalan almarhum bapak di sebelah rumah bambu yang sudah reot itu.
Malam selepas isya, emak melongok ke bilik andita. Terlihat putri kecilnya baru saja melipat mukena dan meletakannya diatas sajadah tua milik almarhum bapak. Dalam hati, emak bersyukur putrinya selalu tertip melaksanakan sholat 5 waktu. Andita berusia tujuh tahun saat bapak meninggal karena sakit dua tahun lalu. Bapak bersikeras untuk tidak mau dibawa kerumah sakit. Padahal emak sudah rela kebun kecil disamping rumah dibeli pak mahmud, dan uangnya bisa digunakan untuk biaya berobat bapak. Kebun itulah yang sekarang menjadi sumber penghidupan emak dan andita. Sehabis jualan sayur, emak bekerja di rumah pak mahmud. Tak jarang sepulang sekolah andita ikut membantu emak di rumah pak mahmud.
Keprihatinan hidup ternyata membuat andita menjadi lebih bijak dari usianya yang baru 9 tahun. Andita sudah terbiasa menanak nasi seusai sholat subuh. Menumis bayam atau kangkung untuk sarapan. Membantu mengikat sayuran yang akan dijual emak. Lalu membersihkan rumah kecil beranyam bambu itu. Kemudian bergegas mandi, sarapan, dan pukul 6 bersiap kesekolah. Jarak 3 km ke sekolah setiap hari ditempuhnya dengan berjalan kaki.
Pagi itu, di tengah perjalanan ke sekolah andita menghentikan langkahnya. Untuk kemudian menepi, sesaat dibukanya tas biru hadiah dari ibu ferina. Tangannya pelan meraih kotak yang sudah dibungkus rapi dengan kertas kalender usang. Ada perasaan ragu di hati andita. Perasaan takut. Perasaan malu. Bukankah selama ini ibu guru ferina sangat baik. Pasti temen-temen andita telah menyiapkan kado yang bagus sebagai ucapan terima kasih kepada ibu ferina.
Andita bimbang. Hati kecilnya memaksa dia untuk tetep ke sekolah. Karena hari ini adalah untuk terakhir kalinya ia bisa melihat ibu ferina di kelas. Tapi perasaannya seperti ingin menggerakkan kaki andita kembali pulang. Langkah andita pun mengambang. Tak seperti biasanya, pagi itu langkah kaki kecil andita bener-bener tidak yakin.
Hingga akhirnya kaki-kaki mungil itu bergerak perlahan menuju sekolah. Apapun isi kado itu, yang pasti ia harus memberikannya kepada ibu ferina. Sesampai di kelas, riuh suara temen-temen andita. Setiap anak merasa menyiapkan kado terbaik untuk ibu ferina. Tak ada yang mau kalah. Semua merasa kado-nyalah yang paling indah. Andita terdiam. Hatinya kecut melihat bermacam-macam warna kado itu. Ia berjalan pelan menghindar kerumunan dan mengambil tempat duduk yang kosong di sudut kelas.
Hingga tiba saatnya ibu ferina berpamitan. Satu persatu anak di kelas maju menyalami ibu ferina sambil memberikan kado yang telah terbungkus dengan kertas warna-warni yang indah. Tak terasa semua anak sudah menyerahkan kenangan untuk ibu ferina. Hingga,
“andita…” pelan suara ibu ferina. Andita tersentak kaget. Hatinya kembali menciut. Gadis kecil itu beranjak ke depan. kedua tangannya menyembunyikan kado kecil di punggungnya. Anak-anak lain terdiam menatap langkah andita yang sedikit tertahan.
Di ciumnya tangan ibu ferina. Gemetar tangan andita saat menyerahkan kado yang sudah di persiapkan sedari tadi malam. Perlahan ibu ferina membuka kotak kado tersebut. Andita tersenyum getir, saat melihat macam-macam hadiah yang sudah di berikan oleh temen-temennya. setiap hadiah dibuka langsung usai diterima. Ibu ferina ingin tahu makna hadiah yang diberikan oleh anak-anak. Ada yang memberikan pulpen berwarna emas, boneka, cincin perak, mukena, kerudung dll. Semua bagus. Kecuali,
“andita…” lembut tatapan ibu ferina. Andita menunduk dan semakin menunduk. Anak-anak tertawa saat melihat kotak bekas kardus lampu pijar 5 watt itu ternyata tidak berisi apa-apa. Kosong!
Airmata andita tak tertahan. Jatuh menetes. ia tertunduk,
“ma..maaf bu, andita tidak bisa memberikan hadiah seperti yang temen-temen berikan..” andita terisak.
“kotak itu tidak kosong..” sambungnya.
“tadi malam andita meletakan cinta dan sayang andita untuk ibu guru di kotak itu..”
Ibu ferina tercekat!
kemudian secepat kilat di dekap erat andita. Dicium murid terbaiknya itu. Air mata guru baik hati itu terburai. Ibu guru itu menangis. Tak menyangka gadis kecil berusia 9 tahun itu begitu mulia. Baginya tak ada hadiah yang paling indah selain bingkisan cinta dan sayang dari andita!
A love for Andita, keep smile little girl!
r32.pete
Tidak ada komentar:
Posting Komentar